SELAMAT DATANG DI BLOG SEDERHANA INI, JANGAN LUPA TINGGALKAN PESAN DI SHOUTBOX AGAR SAYA BISA MENGUNJUNGI BALIK 2013 ~ curhatku

Sekolah Para Juara

Semua anak adalah cerdas. Ada 8 kecerdasan menurut Gardners yang kita kenal dengan Multiple intelegencies. SDII Al Abidin berupaya mengembangkan setiap potensi kecerdasan sehingga semua siswa berpeluang menjadi juara di bidangnya masing-masing

Sekolah Tanpa PR

PR ternyata bukan sarana efektif untuk menjadikan anak kita cerdas. Bahkan bagi sebagian besar anak, PR adalah beban. Di SDII Al Abidin, siswa kelas 1 dan 2 bebas PR agar ananda bisa berkembang optimal dan menikmati masa kecilnya dengan ceria. Mulai kelas 3 baru ada PR secara bertahap.

Sekolah 6 Bahasa

Bahasa merupakan alat terpenting komunikasi serta menjadi alat yang memperlancar menuju kesuksesan. Oleh karena itu bahasa harus diperkenalkan sejak awal. Di SDII Al Abidin ada 6 bahasa yang di ajarkan yaitu Bahasa Indonesia, Bahasa Inggris, Bahasa Arab, Bahasa Jawa, Bahasa Jepang, dan bahasa Mandarin

Sekolah Menyenangkan

Menurut para ahli ketika seseorang senang, otak dalam posisi optimal untuk menyerap materi pelajaran. Oleh karena itulah SDII Al Abidin mengembangkan metode pembelajaran yang menyenangkan seperti game, nyanyian, tepuk, dongeng, menonton film, CTL, dan outing class

Sekolah Berbasis IT

Information Technology merupakan hal mutlak yang harus dimiliki. Oleh karena itu SDII Al Abidin mengajarkan kemampuan IT pada peserta didiknya. Aplikasi open source linux adalah pilihannya.

Sunday, October 13, 2013

Ruh Kurikulum 2013



Pemberlakuan kurikulum 2013 sudah diputuskan berlaku efektif awal tahun ajaran 2014/2015. Sosialisasi, uji publik, dan berbagai kajian ilmiah sudah dilakukan. Pelatihan demi pelatihan pun telah dilaksakan secara gencar. Tak kurang, peserta pendidikan latihan profesi guru (PLPG) yang dilaksanakan tahun ini pun menjadikan kurikulum 2013 sebagai materi intinya. Namun di lapangan, masih sangat banyak dijumpai guru yang kembali ke sekolah dengan kebingungan, kebimbangan, dan keraguan tentang konsep kurikulum terbaru ini. Mengapa hal ini bisa terjadi? Jawabannya adalah karena peserta belum mengetahui ruh dari kurikulum 2013.
Seperti kita ketahui bahwa bangsa yang Berjaya adalah bangsa yang menguasai ilmu pengetahuan. Jepang, amerika, korea selatan, China merupakan contoh bangsa maju yang menguasai dunia dalam bidangnya masing-masing. Salah satu faktor keberhasilan negara-negara tersebut adalah penguasaan ilmu pengetahuan dan teknologi (IPTEK). Pertanyaannya sekarang, mengapa negara-negara tersebut berhasil menguasai IPTEK? Jawabannya adalah pendidikan di negara tersebut diarahkan pada sikap-sikap yang memungkinkan peserta didik mempunyai sikap ilmiah atau scientific sebagai tahapan penguaasan IPTEK. Pendidikan dengan pendekatan ini berhasil menghasilkan para ilmuwan. Inilah yang menyebabkan negara ini maju.
Konsep inilah yang rupanya ingin ditiru Indonesia dalam hal penanaman pendidikan dimana pendidikan diarahkan pada penanaman sikap ilmiah. Namun pengadopsian ini dielaborasikan dengan nilai-nilai ketimuran yang sangat memperhatikan norma dan agama. Karena sudah menjadi consensus umum bahwa pandai tanpa agama ibarat orang tersesat dan sebaliknya orang beragama tanpa ilmu pengetahuan ibarat orang buta. Penanaman ini diwujudkan dalam wadah yang bernama kurikulum 2013.
Pendekatan scientific yang digunakan dalam kurikulum 2013 terdiri dari dari lima tahap yaitu mengamati, menanya, menalar, mencoba, dan membuat jejaring. Ada sekian banyak gejala alam dan gejala sosial yang yang bisa menjadi objek pengamatan. Dalam penerapannya, pengamatan dilakukan pada objek atau fenomena yang terkait dengan materi pembejalaran. Jika pengamatan dilakukan secara cermat, maka akan memunculkan hasrat untuk bertanya mengenai objek yang telah diamati. Ini menjadi proses kedua dari pendekatan scientific yang dinamakan kegiatan menanya. Tahap yang ketiga adalah menalar, yaitu menganalisis serta menghubungkan dengan dugaan jawaban sementara. Ini menimbulkan sikap ketidak percayaan sehingga memunculkan keinginan untuk membuktikan dugaannya. Tahap ini disebut mencoba yang merupakan tahap ke empat. Setelah mencoba maka akan ditemukan jawabannya dan siswa akhirnya bisa menghubungkan dengan gejala-gejala lain yang  ada pada materi disiplin ilmu lain sehingga terbentuklah jejaring. Ini merupakan tahap terakhir dari metode scientific.
Keseluruhan tahap ini dilakukan oleh siswa. Sedangkan guru sebatas menjadi fasilitator dan motivator bagi siswa. Meskipun menjadi salah satu sumber belajar, tapi guru tidak menjadi satu-satunya sumber pengetahuan dan belajar. Siswa bisa mendpatkan sumber belajar dari berbagai media dan tempat yang dijumpainya. Dengan demikian pembelajaran kurikulum 2013 berpusat pada siswa. Paradigma lama yang menganggap siswa adalah gelas kosong yang harus diisi air pengetahuan yang dari guru sebagai satu-satunya sumber, sebaiknya dibuang jauh-jauh.
Jika keseluruhan tahap ini dilakukan dengan benar, maka sikap ilmiah yang berujung pada terbentuknya orang-orang yang berjiwa ilmuwan, sudah bisa tercapai. Namun jadi orang pintar berpengetahuan luas saja tidaklah cukup. Selain pintar, orang harus terampil dan cekatan. Maka dalam kurikulum 2013 juga dikembangkan aspek keterampilan.
Setelah aspek pengetahuan dan keterampilan, terminal berikutnya adalah aspek moral dan sikap. Karena sudah menjadi pemakluman umum bahwa orang yang sukses tidak hanya ditentukan oleh orang yang pintar dan terampil saja, tetapi juga ditentukan oleh sikap dan moral yang baik. Kurikulum 2013 hendak mengajak peserta didik menuju ke arah pribadi yang pintar, terampil, dan bermoral.
Terminal akhir dari pembelaran yang diharapkan dalam kurikulum 2013 adalah membentuk siswa yang pintar, terampil, bermoral, serta beragama. Oleh karena itulah semua tahap pembelajaran dalam kurikulum yang akan efektif berlaku mulai Juli 2013 adalah menghubungkan konsep-konsep dalam materi dengan nilai-nilai keagamaan. Dengan demikian diharapkan setelah mendapatkan pembelajaran, siswa menguasai konsep materi pembelajaran, terampil dalam berkarya, unggul dalam sikap, serta menambah kualitas keagamaannya. Inilah sebenarnya ruh dari kurikulum 2013.
Ruh akan bisa bergerak dinamis jika ada pada raga yang tepat. Demikian juga ruh kurikulum 2013 akan terlaksana dengan baik jika menemukan perwujudan yang tepat. Salah satu perwujudannya yaitu metode pengajaran yang tepat. Oleh karena itulah aplikasi dari kurikulum ini dilaksanakan dengan metode pembelajaran modern seperti Quantum teaching, active learning, contextual learning, dan sebagainya. mudah-mudahan dengan bersatunya raga dan roh ini kurikulum 2013 akan membawa dampak positif yang besar bagi generasi penerus di masa mendatang.



Wednesday, March 13, 2013

Hilangnya Rasa Malu, Takut, dan Sungkan





Budi pekerti menjadi karakter luhur bangsa Indonesia. Di setiap suku ada bentuk kearifan lokal yang menjadi pranata sosial dalam pergaulan masyarakat. Kearifan lokal berupa budi pekeri diwariskan dari generasi ke generasi melalui berbagai media yang berkembang seiring kemajuan masyarakatnya. Keunggulan budi pekerti itu menjadi ciri khas yang tersohor ke seantero dunia. 
Namun kearifan lokal yang sempat menjadi kebanggaan, kini menjadi barang langka. Sikap saling menghormati dan tepo seliro kini makin luntur. Akibatnya banyak terjadi kejahatan, kecurangan terjadi di berbagai tempat. Salah satu bentuk kecurangan yang kini merajalela adalah korupsi. Tanpa malu-malu lagi orang mengambil sesuatu yang bukan haknya. Asal ada kesempatan, punya kuasa, niat buruk itu terlaksana.
Organisasi Fund for Peace merilis indeks terbaru mereka mengenai Failed State Index 2012 di mana Indonesia berada di posisi 63. Sementara negara nomor 1 yang dianggap gagal adalah Somalia. Penelitian ini menggunakan indikator dan sub indikator, salah satunya indeks persepsi korupsi. Dalam penjelasan mereka, dari 182 negara, Indonesia berada di urutan 100 untuk urusan indeks korupsi tersebut. Indonesia hanya berbeda 82 dari negara paling korup berdasarkan indeks lembaga ini, Somalia.
Ternyata kerusakan moral bukan hanya hilang dari para pemegang kuasa yang notabene orang dewasa,generasi muda pun tak kalah parahnya. Hampir setiap hari terdengar berita pemerkosaan, perkelahian peredaran video mesum dan sebagainya yang membuat miris siapa pun yang membacanya. Kasus yang akhir-akhir ini sering kita saksikan beritanya di media massa adalah tentang penyalahgunaan narkotika dan zat-zat berbahaya lainnya. Coba tilik hasil survei BNN dengan Universitas Indonesia dan juga universitas lain. Tahun 2005 persentase prevelensinya 1,7 persen dari seluruh Indonesia. Lalu tahun 2008 naik menjadi 1,99 persen. Kemudian tahun 2011 menjadi 2,2 persen, dan diperkirakan hingga tahun 2015 terus naik menjadi 2,8 persen, atau sekitar 5,8 hingga 6 juta jiwa.
Apa penyebab semua ini? Jika di telaah jauh memang ada banyak sekali sebab. Dan dari sekian banyak sebab, salah satunya adalah hilangnya rasa malu, takut dan sungkan, khususnya malu takut dan sungkan berbuat yang tidak baik. Rasa malu dan takut serta sungkan ketika akan mengambil sesuatu yang bukan haknya, sudah hilang. Bahkan saat mereka sudah ketahuan. Lihat saja ekpresi mereka di media massa. Wajah mereka tidak menyiratkan malu dan bersalah meskipun sudah dijadikan sebagai tersangka sebuah kasus korupsi. Orang jawa sering mengatakan, “wong ra nduwe isin!”. Sungguh miris memang. Lantas apa yang sebaiknya masyarakat lakukan melihat kondisi ini?
Mau tidak mau masyarakat harus saling bahu membahu mengatasi kondisi yang sudah sedemikian terpuruk ini. Salah satu yang bisa dilakukan adalah dengan langkah-langkah pencegahan pada orang-orang terdekat. Anak-anak kita harus kita ajari budi pekerti yang baik. Hal ini selaras dengan penemuan atas penelitian yang dilakukan oleh Hidred Geertz  seorang antropolog Amerika, yang ditulis dalam buku “The Javanese Family” yang ditulis pada Tahun 1982. Meskipun diteliti sudah lebih dari 30 tahun yang lalu, akan tetapi penelitian ini masih sangat relevan kita gunakan. Hasil penelitian ini salah satunya mengungkapkan tentang bagaimana cara masyarakat Jawa menanamkan budi pekerti pada anak-anaknya. Geertz (1982) mengungkapkan ada tiga hal yang ditanamkan masyarakat Jawa pada anak-anaknya dalam rangka membentuk karakter. Ketiga hal itu adalah wedi, isin, dan sungkan.
Wedi berarti takut, baik dalam arti jasmani maupun dalam arti sosial terhadap kecemasan atas akibat-akibat tidak menyenangkan dari suatu tindakan. Isin bisa diterjemahkan sebagai malu, enggan, canggung. Malu untuk melanggar aturan dan berbuat dosa. Malu untuk mencuri uang Negara. Malu kepada masyarakat yang uangnya diambil. Malu jika nantinya diri dan keluarganya akan menanggung malu. Malu jika nantinya wartawan akan menguber-ngubernya kemana-mana. Malu jika hakim mencebloskannya ke dalam sel tahanan. Sedangkan sungkan, seperti isin hanya tanpa adanya rasa takut berbuat kesalahan. Isin akan menjadi bentuk pengendalian didi dan menghindari celaan, sungkan mampu memainkan langgam sosial dengan indah.
Anak-anak jawa diajar tentang bagaimana dan bilamana harus wedi dan isin. Allah swt. wajib ditakuti bukan karena menakutkan, melainkan karena kewajiban kita berkhidmat sebagai hamba kepada penciptanya. Sang Maha Pencipta akan mengawasi dan menilai gerak-gerik hamba-Nya. Namun, disisi lain kita sebagai hamba-Nya mengharapkan penilaian terbaik sehingga menghasilkan balasan terbaik juga, yaitu sukses dunia dan akhirat. Oleh karena itu, kita pun takut melakukan hal-hal yang berbau maksiat karena akan menjauhkan kita dari kasih sayang dan pertolongan Allah swt.Mereka dipuji karena sikap yang wedi kepada orang tua dan sikapnya yang isin terhadap orang-orang yang lebih dari dirinya. Mereka pertama-tama belajar wedi sebelum merekan siap memberikan tanggapan intern yang berbeda-beda dan menyangkut harga diri  dan pengenalan yang berbeda-beda mengenai perbedaan sosial. Ketika mereka besar, isin diajukan kepadanya, pertama-tama dengan memobilisasi rekasi–reaksi wedi yang sudah terpolakan kemudian dengan memainkan harga diri yang berkembang melalui mempermalukan dengan senangnya.
Nilai-nilai kejawen mengenai rumusan ketaatan itu ditanamkan secara berangsur-angsur. Dimulai dari mengenalkan wedi, isin, dan akhirnya sungkan. Wedi berbuat jahat karena diketahui oleh Yang Maha Melihat. Isin berbuat curang karena menciderai rasa keadilan, dan sungkan melakukan hal-hal yang tidak pantas karena diketahui sesamanya.
Apabila dilaksanakan dengan baik, nilai-nilai isin, wedi dan sungkan akan membawa sikap pengendalian diri yang baik untuk tidak berbuat yang melanggar etika, curang, culas dan perbuatan tidak baik lainnya. Sudah waktunya orang tua mengajarkan isin, wedi, dan sungkan pada anak-anaknya sehingga saat  dewasa kelak mereka akan mempunyai jati diri dan tidak tergoda untuk berbuat culas. Malu dan takut menunjukkan kebaikan memang tidak baik, akan tetapi malu takut dan sungkan berbuat baik tentu menjadi hal yang sangat memprihatinkan.